28

Bukan jumlah tahun yang menjadikan kita tua, tapi jumlah hari yang kita lalui tanpa impian dan harapan. Di usiaku yang ke 28 aku telah mampu mencapai beberapa impian besarku, mencapai kebebasan finansial di usia muda dan sekarang berada dikota Paris. Aku seperti dibawa kembali pada gambaran2 masa lalu, dimana hidupku hanya mengandalkan ketabahan dan keberanian untuk bisa bertahan dalam situasi yang sulit. Betapa pentingnya kata itu, semangat. Sebuah perasaan yang mampu memimpin pikiran dan kehendak manusia untuk bergerak dan membuat suatu perubahan.


Namun, hal itu hanyalah gambaran masa lalu yang mengantarkan aku menuju kota cahaya. Kebahagiaanku mengambang di cakrawala, menerjang arus hembusan nafas angin. Malam ini kurang sedikit jam 00:00 aku duduk dibawah menara impian, ya menara eiffel. Aku membuka catatan kecil dari dalam saku ku. Ku baca sekilas, ya benar! Sebentar lagi tanggal 28.
Dalam diam kerongkonganku menggeletar, siapa yang aku tunggu? Hatiku berkecamuk, sukmaku berteriak, dan berceloteh dengan mata terpejam.
Batinku menjawab '' kamu bodoh''. Aku tertawa terbahak menatap langit yang seolah menatapku dengan penuh cinta. ''kota cahaya, kota romantis'' celotehku dalam hati. Bagaimana aku bisa merasakan indahnya kota ini sedangkan sepi mendekap tubuhku begitu erat. Aku duduk dikota ini menepati janji 6 th silam. Kau tawarkan aku cinta tapi aku pergi dan kuberi satu janji. '' aku menanti jodoh Tuhan yang ia titipkan dan akan dipertemukan dg ku kelak. Saat aku berumur 28, pada tanggal 28''
ya, tepat pada hari ini dikota cahaya, dibawah menara impian.
Bintang ungu yang berkobar dimatamu ituyang bergetar dari udara yang karam dibiaskan tatapanmu telah membuat bahasanya sendiri dijantungku.

Dan kaukah itu? Yang tenggelam segalanya disini, diseluruh tarikan nafasku yang menuliskan mimpi remaja dalam buku-buku yang tak pernah selesai kurekatkan dijendela penuh ragu. Entah berapa kali kau akan mengerti kesepianku yang paling dalam. Mungkin ketika usia sudah mulai terbakar.

Mungkin kamu sudah mulai lupa, atau kamu anggap ini gurauan. Aku tak menghiraukan jarum jam yang terus berjalan, bumi yang terus berputar. Aku menunggu dan akan kutepati, walau yang kutunggu aku bahkan tak tahu. 28 jam sudah aku menunggu, semakin letih dan hanya perih yang tertatih. Walau tak kutemui dirimu tapi tlah kutepati janjiku. Kukira biarlah kita dilumatkan kesepian dengan kemenangannya. Atau mungkin lebih tepatnya kita dipisahkan selamanya agar rindu mengekal dari naluri kita yang paling dalam. Aku kira aku tamat dan tak perlu mengulanginya lagi dari segala ingatan, dan keharusan untuk terus melupakan pertemuan kita yang porak-poranda dituntaskan oleh remaja.

Komentar

Postingan Populer