Sajak rindu untukmu Tuan
Hai tuan,
Aku rindu akan
bercengkrama dengan engkau, aku haus akan setetes air hujan dalam sekelopak
bunga bakung. Ingatkah engkau akan kita yang tak pernah menuntaskan rindu. Saat
tuan masih asing bagiku saat lidah kelu dan hati masih beku. Ingatkah tuan saat kita duduk menatap senja
dengan gemericik bunyi air sungai dan kerlap kerlip lentera ampera, kita tak
banyak bercengkrama tak banyak yang bisa dijabarkan. Lidah memang kelu, tapi
hati tak pernah ragu. Kita mengungkapkan rasa dengan terbatas, tapi itulah cara
yang kita tempuh untuk menguji rasa.
Wahai tuan
Sekarang mungkin kita
harus meratap sementara waktu. Entahlah,, mungkin aku saja yang meratap tapi
aku yakin tuan merasa akan deritaku ketika aku tak bisa menatap punggungmu dari
kejauhan. Rindu yang berserakan meminta untuk segera dirapikan. Tapi rindu
kita, rindu yang tak pernah tuntas. Menggantung di galaksi mayapada menyisakan
sesak dalam dada.
Wahai tuan
Engkau tak pernah
beranjak dari sudut manapun, hadirmu kekal. Bintang ungu yang berkobar dimatamu
itu membuat bahasanya sendiri dijantungku. Kuungkapkan rindu dengan jemariku,
lisanku tak mampu berujar, hanya jemari yang mampu mengerayangi aksara dan
mengungkap kata. Kupindahkan perasaan ini kedalam gelas ia lebih harum dari teh
kesukaanmu. Tegukan pertama adalah tarikan nafasku yang rebah ditenggorokanmu,
tarikan terakhir bahwa kau tahu segala kesepianku.
Tuan.
hari
mulai gelap
selimuti hatimu dengan tanganku
karena dingin yang menggumpal
di dadamu, adalah sunyi
yang menari di musim berlariku
mengapa kau menantiku
dalam sajak, dalam sukmamu
selimuti hatimu dengan tanganku
karena dingin yang menggumpal
di dadamu, adalah sunyi
yang menari di musim berlariku
mengapa kau menantiku
dalam sajak, dalam sukmamu
Komentar
Posting Komentar